Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah

Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah
Gambar oleh Igor Ovsyannykov dari Pixabay

Pada zaman pra-islam, sebenarnya telah ada bentuk-bentuk perdagangan yang sekarang dikembangkan di dunia bisnis modrn. Bentuk-bentuk itu misalnya: al-musyarakkah (join venture), al-ba’ iu takriji (venture capital), al-ijarah (leasing), al-takaful (insurance), al-ba ‘iu bithaman ajil (instalment-sale), kredit pemilikan barang (al-murabahah), pinjaman dengan tambahan bunga (riba’).

Pada masa Rasulullah, yang membawa risalahIslam sebagai petunjuk bagi umat manusia, telah memberikan rambu-rambu tentang bentuk-bentuk perdagangan mana yang  berlaku dan dapat dikembangkan pada masa-masa berikutnya, serta bentuk-bentuk usaha mana yang dilarang karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Aplikasi kelembagaan Bank Islam itu sendiri dipraktikan pertama adalah pada Myt-Ghamr Bank. Didirikan di Mesir pada tahun 1963, dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan dari Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar. Myt-Ghamr dianggap berhasi memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah islam dengan menerjemahkanya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian. Namun karena persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam Myt-Ghamr ditutup. Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, hanya tujuanya lebih bersifat sosial daripada komersil.

Perkembangan bank dan lembaga keuangan Syariah di Indonesia mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun jenisnya. Perbankan Syariah yang mulai beroprasi di Indonesia pada tahun 1992 dengan berdirinya Bank Muamalat dan disusul dengan asuransi syariah TAKAFUL yang didirikan pada Tahun 1994.
Saat ini, tidak hanya lembaga keuangan syariah yang bersifat komersial saja yang berkembang, namun juga lembaga keuangan syariah yang bersifat nirlaba. Lembaga keuangan syariah komersial yang berkembang saat ini antara lain: Pegadaian Sayriah, Pasar Modal Syariah, Reksadana Syariah, dan Obligasi Syariah. Sedangkan lembaga keuangan syariah nirlaba yang saat ini berkembang antara lain: Organisasi Pengelola Zakat, baik Badan Amil Zakat maupun lembaga Amil Zakat, dan Badan Wakaf. Bahkan Lembaga Keuanagn Mikro Syariah seperti BMT (Baitul Mal wa Tamwil) juga turut berkembang sangat pesat di Indonesia. Perkembangan tersebut tidak lepas dari upaya untuk selalu mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana di lembaga keuangan sayriah.

Dalam perjalananya, PSAK Nomor 59 yang hanya memiliki ruang lingkup terbatas hanya industri Perbankan Syariah, antara lain: Bank Umum Syariah (BUS) , Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS), tidak dapat digunakan untuk Lembaga Keuangan Syariah lain, bahkan bagi BMT yang sebenarnyanmemiliki karakter yang hampir sama dengan industri perbankan syariah. Padahal beberapa akad yang diatur dalam PSAK tersebut seperti Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, Mudharabah, Musyarakah, Rahn, dan Qard ¬bisa diterapkan pada lembaga-lembaga keuangan lain seperti Asuransi Syariah (bisa menggunakan akad Mudharabah), pegadaian syariah (bisa menggunakan akad Rahn, dan Obligasi Syariah bisa menggunakan akad Ijarah dan Mudharabah).

Oleh karena itu, pada tahun 2006 IAI mulai beinisiatif untuk melakukan revisi terhadap PSAK tersebut dengan PSAK syariah yang bertujuan untuk memperluas ruang lingkup pemberlakuan standar akuntansi keuangan yaitu semua entitas konvensional maupun syariah baik yang bersifat komersil maupun nirlaba menerapkan Transaksi Syariah pada kegiatan operasionalnya.

Dengan adanya PSAK Syariah 2007 ini maka seluruh Lembaga Keuangan Syariah mulai dapat mengadopsi ketentuan PSAK walaupun belum seluruh transaksi syariah diatur. Paling tidak, lembaga keuangan syariah tidak mengalami kebuntuan dalam mencari sandaran untuk penyusunan laporan keuangan.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah"